Earphone bisa picu stroke telinga
Vikka Style, Mendengarkan musik dengan menggunakan pelantang suara (earphone) memang mengasyikkan. Apalagi jika musik yang didengarkan adalah musik kesukaan Anda. Mendengarkan musik memang bisa membuat Anda rileks.
Namun tanpa sadar, Anda seringkali mendengarkan musik dengan volume tinggi. Padahal kebiasaan memakai alat pendengar dengan volume tinggi bisa memicu stroke telinga.
Kenali gejalanya
Gejala awal terjadinya stroke telinga adalah ketika indra pendengaran seperti berdenging padahal tidak ada rangsangan suara dari luar. Gangguan telinga yang seperti ini biasa disebut tinnitus.
Gejala lain yang menyertainya adalah vertigo, sensasi berputar yang membuat Anda kehilangan keseimbangan tubuh. Selain itu biasanya juga diikuti penurunan kemampuan pendengaran. Jika Anda merasakan gejala-gejala tersebut, segera temui dokter. Jangan menundanya.
Harus selalu diingat bahwa paparan suara bising yang melebihi batas toleransi pendengaran dalam waktu lama dan terus-menerus dapat memicu terjadinya stroke telinga.
Para ahli dari Leicester University, seperti dikutip MedicalNewsToday memaparkan bahwa mengubah volume pada pelantang suara Anda pada level tinggi dapat merusak lapisan sel saraf. Dan suara yang melebihi ambang batas itu bisa menyebabkan ketulian sementara.
Menurut Dr Martine Hamann, dari Departemen Sel Fisiologi dan Farmakologi, ketulian sementara menyebabkan suara seperti berdengung di telinga yang disebabkan oleh suara keras lebih daripada 110 desibel (dB).
Tingkat kebisingan yang mencapai lebih dari 110 dB sama dengan suara mesin pesawat. Paparan suara keras melebihi 100 dB dapat menghentikan sinyal listrik dan tidak memungkinkan informasi bisa dikirim dari telinga ke otak.
Untungnya, selubung myelin yang ada di dalam telinga mampu memperbarui lapisannya dan memungkinkan sel untuk berfungsi normal kembali. Karena itu, gangguan pendengaran kadang-kadang hanya bersifat sementara.
Alat pendengar dianggap risiko rendah
Namun, gangguan pendengaran yang kerap dialami orang muda ini kurang disadari. Para orang tua yang sering kurang tegas untuk memberikan batasan pada penggunaan pelantang suara pada anak muda. Ini berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan pada Januari 2014, pada artikel di JAMA Otolaryngology.
Para peneliti dari Penn State College di Hershey, Pennsylvania dan University of Michigan di Ann Arbor melakukan survei internet terhadap orang tua dari anak-anak Amerika Serikat yang berusia 13 hingga 17 tahun.
Dari 716 responden, sebanyak 96 persen orang tua mengatakan remaja mereka sedikit atau sama sekali tidak mempunyai masalah pendengaran akibat kebisingan yang berlebihan.
Sementara itu 69 persen responden mengatakan mereka tidak menyampaikan informasi tentang dampak dari paparan kebisingan kepada anak-anak mereka karena dianggap tidak berbahaya.
Padahal menurut Biro Federal untuk Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, diperkirakan 13 persen dari anak-anak dan remaja berusia 6-19 tahun (sekitar 5,2 juta) dan 17 persen dari orang dewasa berusia 20-69 tahun (sekitar 26 juta) telah menderita kerusakan indra pendengaran secara permanen akibat suara yang melebihi batas.
Cara mencegah
Langkah pertama dalam pencegahan adalah kesadaran. Dr. Naikai Butler kepada Chorn mengatakan,"Sadarilah bahwa gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh suara keras dan Anda dapat mencegahnya dengan menggunakan pelindung pendengaran."
Butler menyarankan orang tua untuk memberikan ketegasan kepada anak-anak mereka dalam mengatur volume maksimum. Jika perangkat tidak memiliki pengaturan volume, pembatasan penggunaan alat pendengar menjadi solusi terbaik.
Hal senada juga dikatakan oleh David A. Sherris, M.D, Kepala Departemen Telinga Hidung dan Tenggorokan dari Universitas di Buffalo, seperti dikutip dari Huffington Post. Melindungi telinga bisa dilakukan dengan cara menjaga volume pada tingkat yang wajar.
Boldksy memaparkan empat langkah yang bisa Anda lakukan untuk mencegah stroke telinga.
Pertama, hindari volume tinggi saat pakai alat pendengaran.
Manusia memiliki batas pendengaran. Suara lebih dari 85 desibel dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut di telinga bagian dalam.
Suara setinggi itu juga bisa menyebabkan tuli permanen. Jumlah waktu yang Anda habiskan mendengarkan suara lebih dari 85-90 desibel juga bisa mempercepat kerusakan telinga.
Kedua, istirahat 15 menit.
Jangan mendengarkan musik keras yang ekstrem selama lebih dari 30 menit. Ambil istirahat minimal 15 menit setelah 30 mendengarkan musik keras.
Perhatian lebih harus diberikan oleh orang yang pekerjaannya berhubungan dengan suara seperti penyunting suara, joki cakram atau disc jockey, dan mereka yang bekerja di lokasi konstruksi. Profesi mereka berisiko mengalami gangguan pendengaran.
Ketiga, jangan pakai pelantang suara yang ukurannya kecil
Penggunaan pelantang suara yang ukurannya kecil bisa menghalangi saluran udara di telinga Anda. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih lanjut. Infeksi telinga dan akumulasi kotoran telinga bisa menyebabkan gangguan pendengaran.
Keempat, tidak berbagi alat pendengar
Berbagi pelantang suara dengan orang lain dapat menyebabkan infeksi telinga. Anda tidak pernah tahu apakah teman Anda menderita infeksi telinga atau tidak. Jadi, lebih baik menghindari berbagi alat pendengar.
Namun tanpa sadar, Anda seringkali mendengarkan musik dengan volume tinggi. Padahal kebiasaan memakai alat pendengar dengan volume tinggi bisa memicu stroke telinga.
Kenali gejalanya
Gejala awal terjadinya stroke telinga adalah ketika indra pendengaran seperti berdenging padahal tidak ada rangsangan suara dari luar. Gangguan telinga yang seperti ini biasa disebut tinnitus.
Gejala lain yang menyertainya adalah vertigo, sensasi berputar yang membuat Anda kehilangan keseimbangan tubuh. Selain itu biasanya juga diikuti penurunan kemampuan pendengaran. Jika Anda merasakan gejala-gejala tersebut, segera temui dokter. Jangan menundanya.
Harus selalu diingat bahwa paparan suara bising yang melebihi batas toleransi pendengaran dalam waktu lama dan terus-menerus dapat memicu terjadinya stroke telinga.
Para ahli dari Leicester University, seperti dikutip MedicalNewsToday memaparkan bahwa mengubah volume pada pelantang suara Anda pada level tinggi dapat merusak lapisan sel saraf. Dan suara yang melebihi ambang batas itu bisa menyebabkan ketulian sementara.
Menurut Dr Martine Hamann, dari Departemen Sel Fisiologi dan Farmakologi, ketulian sementara menyebabkan suara seperti berdengung di telinga yang disebabkan oleh suara keras lebih daripada 110 desibel (dB).
Tingkat kebisingan yang mencapai lebih dari 110 dB sama dengan suara mesin pesawat. Paparan suara keras melebihi 100 dB dapat menghentikan sinyal listrik dan tidak memungkinkan informasi bisa dikirim dari telinga ke otak.
Untungnya, selubung myelin yang ada di dalam telinga mampu memperbarui lapisannya dan memungkinkan sel untuk berfungsi normal kembali. Karena itu, gangguan pendengaran kadang-kadang hanya bersifat sementara.
Alat pendengar dianggap risiko rendah
Namun, gangguan pendengaran yang kerap dialami orang muda ini kurang disadari. Para orang tua yang sering kurang tegas untuk memberikan batasan pada penggunaan pelantang suara pada anak muda. Ini berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan pada Januari 2014, pada artikel di JAMA Otolaryngology.
Para peneliti dari Penn State College di Hershey, Pennsylvania dan University of Michigan di Ann Arbor melakukan survei internet terhadap orang tua dari anak-anak Amerika Serikat yang berusia 13 hingga 17 tahun.
Dari 716 responden, sebanyak 96 persen orang tua mengatakan remaja mereka sedikit atau sama sekali tidak mempunyai masalah pendengaran akibat kebisingan yang berlebihan.
Sementara itu 69 persen responden mengatakan mereka tidak menyampaikan informasi tentang dampak dari paparan kebisingan kepada anak-anak mereka karena dianggap tidak berbahaya.
Padahal menurut Biro Federal untuk Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, diperkirakan 13 persen dari anak-anak dan remaja berusia 6-19 tahun (sekitar 5,2 juta) dan 17 persen dari orang dewasa berusia 20-69 tahun (sekitar 26 juta) telah menderita kerusakan indra pendengaran secara permanen akibat suara yang melebihi batas.
Cara mencegah
Langkah pertama dalam pencegahan adalah kesadaran. Dr. Naikai Butler kepada Chorn mengatakan,"Sadarilah bahwa gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh suara keras dan Anda dapat mencegahnya dengan menggunakan pelindung pendengaran."
Butler menyarankan orang tua untuk memberikan ketegasan kepada anak-anak mereka dalam mengatur volume maksimum. Jika perangkat tidak memiliki pengaturan volume, pembatasan penggunaan alat pendengar menjadi solusi terbaik.
Hal senada juga dikatakan oleh David A. Sherris, M.D, Kepala Departemen Telinga Hidung dan Tenggorokan dari Universitas di Buffalo, seperti dikutip dari Huffington Post. Melindungi telinga bisa dilakukan dengan cara menjaga volume pada tingkat yang wajar.
Boldksy memaparkan empat langkah yang bisa Anda lakukan untuk mencegah stroke telinga.
Pertama, hindari volume tinggi saat pakai alat pendengaran.
Manusia memiliki batas pendengaran. Suara lebih dari 85 desibel dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut di telinga bagian dalam.
Suara setinggi itu juga bisa menyebabkan tuli permanen. Jumlah waktu yang Anda habiskan mendengarkan suara lebih dari 85-90 desibel juga bisa mempercepat kerusakan telinga.
Kedua, istirahat 15 menit.
Jangan mendengarkan musik keras yang ekstrem selama lebih dari 30 menit. Ambil istirahat minimal 15 menit setelah 30 mendengarkan musik keras.
Perhatian lebih harus diberikan oleh orang yang pekerjaannya berhubungan dengan suara seperti penyunting suara, joki cakram atau disc jockey, dan mereka yang bekerja di lokasi konstruksi. Profesi mereka berisiko mengalami gangguan pendengaran.
Ketiga, jangan pakai pelantang suara yang ukurannya kecil
Penggunaan pelantang suara yang ukurannya kecil bisa menghalangi saluran udara di telinga Anda. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih lanjut. Infeksi telinga dan akumulasi kotoran telinga bisa menyebabkan gangguan pendengaran.
Keempat, tidak berbagi alat pendengar
Berbagi pelantang suara dengan orang lain dapat menyebabkan infeksi telinga. Anda tidak pernah tahu apakah teman Anda menderita infeksi telinga atau tidak. Jadi, lebih baik menghindari berbagi alat pendengar.
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar sesuai dengan topik. Jangan menyisipkan link pada komentar dan jangan sampai komentar Anda masuk komentar SPAM.
Jangan salahkan Saya bila komentar Anda dihapus !